- Film
- |
- |
Jumbo Pecahkan Rekor Film Animasi Indonesia dan Asia Tenggara
Film animasi karya anak bangsa kembali mencatatkan sejarah. Jumbo, film animasi produksi Visinema Studios, berhasil menjadi film animasi dengan pendapatan tertinggi di Asia Tenggara, serta menembus posisi ketiga sebagai film lokal terlaris sepanjang masa di Indonesia.
Sejak tayang perdana pada 31 Maret 2025, Jumbo telah mengumpulkan lebih dari 7,49 juta penonton dan meraup sekitar 18,7 juta dolar AS, berdasarkan harga tiket rata-rata sebesar 2,5 dolar AS. Jumlah ini mengungguli film-film populer lokal seperti Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!, Pengabdi Setan 2, hingga Dilan 1990 [2].
Cerita Lokal dengan Sentuhan Ajaib
Disutradarai oleh Ryan Adriandhy, Jumbo mengangkat kisah Don, anak yatim bertubuh besar yang kerap menjadi korban perundungan. Ia menemukan buku cerita peninggalan orang tuanya, yang kelak membawanya dalam petualangan bersama peri bernama Meri. Misi mereka: menemukan keluarga Meri dan mengungkap misteri buku dongeng tersebut [2][3].
Adriandhy, lulusan Rochester Institute of Technology dalam bidang Film dan Animasi, menyampaikan bahwa reaksi penonton terhadap filmnya sangat mengharukan. “Setiap hari saya menerima cerita menyentuh dari anak-anak yang menyanyikan lagu tema Jumbo, animator muda yang menggambar fanart, hingga orang tua yang mengatakan bahwa ini adalah pengalaman pertama anak mereka di bioskop,” ungkapnya [1][2].
Dibangun dengan Kekuatan Lokal
Pengembangan film dimulai pada awal 2020, dikerjakan oleh lebih dari 420 seniman dan animator dari seluruh Indonesia. Proses produksinya berlangsung selama lima tahun dan dilakukan sepenuhnya di dalam negeri. “Dari storyboard sampai frame akhir, semuanya mencerminkan kepercayaan diri dan kemampuan baru industri animasi Indonesia,” tulis Visinema Studios dalam pernyataan resmi [3].
Menurut Angga Dwimas Sasongko, pendiri dan CEO Visinema, Jumbo adalah hasil dari keyakinan panjang bahwa cerita lokal bisa bersaing secara global. “Lima tahun lalu banyak yang mengira ini mustahil. Tapi hari ini, Jumbo telah menjadi mimpi bersama, dan bukti bahwa kerja kreatif yang tulus bisa mencetak sejarah,” katanya [2].
Lebih lanjut, Angga menekankan bahwa yang dibutuhkan kreator bukan hanya dana, tapi juga ekosistem dan jangkauan distribusi. “Anak-anak Indonesia berhak melihat cerita mereka sendiri di layar lebar, dengan bahasa mereka, dan merasa bangga dengan identitas mereka,” ujarnya [3].
Menembus Pasar Internasional
Setelah sukses besar di pasar domestik, Jumbo bersiap tayang internasional mulai 5 Juni 2025, dimulai dari Rusia, Belarus, Kazakhstan, dan Kirgistan, dilanjut Malaysia dan Brunei pada akhir bulan. Hak distribusi untuk wilayah utama seperti Tiongkok, Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia juga tengah ditawarkan ke sejumlah distributor[2][3].
Dengan lebih dari 3 juta penonton dalam dua minggu awal penayangan, Jumbo bahkan melampaui film animasi Hollywood Moana 2 di Indonesia, dan kini berada di bawah Frozen 2 sebagai film animasi terlaris sepanjang masa di negara ini[3].
Momentum bagi Industri Animasi Nasional
Di tengah dominasi film bergenre horor di bioskop Indonesia, Jumbo tampil beda dengan membawa kisah keluarga yang menyentuh, ramah anak, dan penuh nilai lokal. Keberhasilannya menjadi penanda penting bahwa animasi Indonesia tidak hanya layak tampil, tapi juga mampu bersaing dan diterima dengan hangat oleh masyarakat luas [3].
Referensi
Kategori Populer
Berita Terbaru
Berita Lainnya
Lainnya
Majelis Ulama Indonesia Menolak Legalisasi Kasino
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan penolakannya terhadap legalisasi kasino di Indonesia, karena dianggap bertentangan dengan nilai agama, konstitusi, dan ideologi...

Harvard Kehilangan Izin Mahasiswa Internasional, Hakim Tunda Keputusan Pemerintah
Pemerintahan Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima dan mempertahankan mahasiswa internasional, memaksa mereka untuk pindah universitas atau kehilangan status...

Putri Belgia Kena Dampak Larangan Trump di Harvard
Putri Elisabeth, pewaris takhta Belgia yang berusia 23 tahun, kini menghadapi ketidakpastian atas kelanjutan studinya di Harvard University setelah pemerintahan...