Pemerintahan Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima dan mempertahankan mahasiswa internasional, memaksa mereka untuk pindah universitas atau kehilangan status hukum di AS. Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem menyampaikan keputusan ini lewat surat resmi, menyebut Harvard gagal memenuhi kewajiban pelaporan dan menuduh universitas tersebut memfasilitasi kekerasan, antisemitisme, serta bekerja sama dengan Partai Komunis Tiongkok.

Dalam surat tersebut, Noem menyatakan bahwa pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran (SEVP) berlaku segera, melarang mahasiswa asing berstatus F atau J untuk melanjutkan studi di Harvard pada tahun ajaran 2025-2026.

Pihak Harvard menyebut langkah ini tidak sah dan merugikan misi akademik universitas. Mereka menegaskan komitmennya terhadap 6.800 mahasiswa internasional dari lebih dari 140 negara.

Pada Jumat, Hakim Distrik Allison Burroughs mengeluarkan perintah penundaan sementara terhadap keputusan tersebut, memberikan kelegaan bagi mahasiswa yang sebelumnya dilanda ketidakpastian.

Mahasiswa seperti Rohan Battula dan Isaac Bangura mengaku cemas terhadap nasib visa dan keluarga mereka. Sementara calon mahasiswa baru seperti Leo Ackerman dari Swedia menyebut keputusan ini menghancurkan harapan yang telah lama ia bangun.

Pengajar di Harvard, Pippa Norris, menyatakan bahwa kebijakan ini dapat menurunkan daya saing pendidikan AS secara global dan berdampak besar pada pengajaran karena mayoritas mahasiswanya adalah pelajar internasional.

Sidang lanjutan terkait kasus ini dijadwalkan berlangsung pada 29 Mei, sementara para mahasiswa dan staf Harvard masih menanti kepastian atas masa depan mereka.

Referensi