Usulan untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Indonesia Soeharto telah memicu perdebatan besar di seluruh negeri. Beberapa pihak menganggapnya sebagai pengakuan yang telah lama tertunda atas kontribusinya, sementara yang lain khawatir ini akan membasmi bab kontroversial dalam sejarah Indonesia.

Siapa yang Merekomendasikan?

Usulan ini diajukan oleh Kementerian Sosial Indonesia, yang dipimpin oleh Menteri Saifullah Yusuf. Menurut laporan dari Tempo, usulan ini mengikuti mekanisme normatif, dan melibatkan pemerintah daerah, sejarawan, dan tokoh masyarakat. Setelah itu, rekomendasi mereka diajukan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan untuk ditinjau lebih lanjut.

Mengapa Mereka Merekomendasikan?

Para pendukung berpendapat bahwa Soeharto memenuhi kriteria formal untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri No. 15 tahun 2012. Selain itu, mereka menyoroti kepemimpinannya dalam peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah dan kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.

“Soeharto memenuhi persyaratan formal, meskipun perlu konteks sejarah yang lengkap, terutama terkait periode 1965.” ~ Dr. Agus Suwignyo, Sejarawan UGM

Apa Saja Kontribusinya?

  • Pencapaian Militer: Memimpin operasi-operasi penting selama perjuangan kemerdekaan Indonesia, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 untuk merebut kembali Yogyakarta.
  • Pertumbuhan Ekonomi: Memimpin industrialisasi dan pembangunan infrastruktur yang pesat, sehingga mengubah Indonesia menjadi salah satu ekonomi terkuat di Asia Tenggara.
  • Stabilitas Politik: Memelihara pemerintahan jangka panjang selama 32 tahun, dan memastikan stabilitas nasional di tengah gejolak regional.
  • Pendidikan dan Kesehatan: Memperluas program pendidikan dan inisiatif kesehatan, yang meningkatkan tingkat melek huruf dan kesehatan masyarakat di seluruh negeri.

Siapa yang Menentang?

Meski ada dukungan, usulan pencalonan Soeharto menghadapi penolakan keras dari kelompok-kelompok hak asasi manusia seperti Amnesty International Indonesia dan Kontras. Menurut Analisis Jakarta Globe, lebih dari 3.000 orang telah menandatangani petisi menolak pencalonannya, karena mereka mengutip kekhawatiran serius terkait rekam jejak hak asasi manusia dan gaya pemerintahannya.

Mengapa Mereka Menentang?

  • Pelanggaran Hak Asasi Manusia: Pemerintahannya dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran, termasuk pembantaian anti-komunis 1965–1966, pembantaian Tanjung Priok pada tahun 1984, dan kerusuhan Mei 1998.
  • Korupsi dan Nepotisme: Rezim Soeharto dianggap sebagai salah satu yang paling korup di dunia, dengan adanya kolusi, korupsi, dan nepotisme yang meluas.
  • Pemutihan Sejarah: Penentang khawatir bahwa memberikan gelar kepadanya akan mengubah ingatan sejarah dan mendorong impunitas terhadap pelanggaran masa lalu.

Kesimpulan

Perdebatan mengenai pencalonan Soeharto menggambarkan kompleksitas narasi sejarah Indonesia. Meskipun kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi dan stabilitas politik tidak bisa disangkal, namun warisannya dalam pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi tetap menjadi titik persoalan yang serius. Dengan demikian, Indonesia kini menghadapi tugas yang sulit untuk menyeimbangkan kebanggaan nasional dengan pengakuan jujur terhadap sejarahnya.

Referensi